Sembalun, 2019.
- Nadya Nurlita
- Sep 29, 2019
- 5 min read
Updated: Dec 31, 2022
"Ada banyak jalan menuju kebaikan."
Bermula ketika di awal Agustus 20109, muncul satu chat di layar ponselku, "Nad, pertengahan September 2019 free gak? Mau ikut ketemu anak-anak korban gempa di Sembalun, kah? Cuma tiga hari, sih, bareng (sama) ILUNI."
Flashback ke setahun belakangan ini... aku merasa hidupku monoton karena cuma diisi kerja, kerja, dań kerja. Aku tidak suka diam karena diam adalah kebekuan diri. Sebagai manusia, harus banyak-banyak bergerak untuk berbuat, apapun bentuknya. "Mumpung masih muda, harus semangat bertindak." itu nasihat Papa selalu, kalau-kalau melihat aku kurang gerak. Ternyata, kali ini ada kesempatan untuk menggerakkan tubuhku ke sesuatu yang bermanfaat.
"Ayok kak, aku ikutt!" jawabku yang tanpa berpikir panjang langsung mengiyakan tawaran tersebut, setelahnya baru bingung sendiri memikirkan alasan yang pas untuk ngajuin cuti ke lead-ku.
Sedikit mengingatkan, tahun 2018 lalu Lombok dan sekitarnya diguncang gempa bumi yang cukup kuat dan meluluhlantakkan daerah tersebut (gempa magnitudo 5,8 skala richter). Hal ini menimbulkan banyaknya korban jiwa, harta dan benda di hingga area Sembalun, Lombok Timur. Kebetulan, ikatan alumni kampusku langsung bergerak membantu warga yang terdampak seperti membangun pemukiman darurat, sekolah sementara, hingga sarana air untuk pengungsi. Nah, keberangkatanku di akhir September 2019 ini tujuannya mengecek kondisi psikis pengungsi pasca setahun gempa sekaligus memantau beberapa bangunan yang dibuat oleh ILUNI, bagaimana progressnya, dll.
Jujur, di keberangkatan kali ini, rasanya campur aduk. Selain karena ini pertama kalinya aku ke Lombok, tujuan dari keberangkatan kali ini pun untuk bertemu korban gempa, bukannya jalan-jalan. Ada pressure tersendiri di dalam hati, "Bisa gak ya di sana bantu mencairkan suasana dan menghibur adik-adik yang kehilangan rumah, keluarga, teman-temannya...?"
Kekhawatiran akan sesuatu yang belum pasti selalu jadi rekan utama dalam diri. Duh, dasar Nadya...
Untungnya seniorku terus meyakinkan kalo adik-adik di Sembalun berangsur pulih traumanya, mereka open ke orang baru terutama kakak-kakak ILUNI yang mendampingi mereka sejak H+1 gempa. Jadi, gak ada yang perlu dirisaukan. Alhamdulillah.. jadi sedikit tenang.
Day 1
Kami naik pesawat pagi, pukul 07.00 WIB take off dari Soetta. Sesampainya di Lombok, kami langsung dijemput driver perwakilan pemda setempat dan diajak sarapan kuliner setempat yaitu Sate Rembiga.
Seusai mengisi perut, kami langsung bergegas mengunjungi beberapa titik yang terdampak gempa, namun daerah ini belum memasukin kawasan Sembalun (jujur, aku lupa nama daerahnya). Ada beberapa bangunan rumah semi permanen yang dibangun ILUNI untuk warga di sana. Tentu saja tujuan utama kami bermain sama anak-anak, sementara Bu Endang (Comdev ILUNI) fokus meninjau progress bangunan baru untuk warga. Seru sekalii bermain dengan anak-anak Lombok. Betul kata seniorku dan rekan-rekan ILUNI yang ikut kala itu..., trauma mereka perlahan pulih, bahkan sudah mau diajak ngobrol juga sama orang baru sepertiku. Alhamdulillah, berarti objective relawan psikilog yang beberapa waktu lalu didatangkan untuk memulihkan trauma korban gempa ternyata berhasil.
potret tim ILUNI yang bermain dengan puing-puing rumah bersama anak-anak di Lombok
Kami lalu melanjutkan perjalanan, kali ini mampir ke salah satu desa rumah-rumahnya masih tradisional bahkan dijadikan objek wisata (sebelum gempa).
Perjalanan kami pun berlanjut menuju destinasi utama dari keberangkatan ini, yaitu ke Sembalun yang jadi salah satu area titik terparah terdampak gempa. Kami tiba sudah sore hari sekitar pukul 16.30 WITA, jadi kami memutuskan untuk beristirahat sambil membantu Bu RT menyiapkan makan malam. Hari itu dihabiskan dengan mengobrol bersama warga yang ternyata sudah menantikan kedatangan kami dengan banyak meng-update progress pembangunan desa ke perwakilan ILUNI, Bu Endang.
Day 2
Tak terasa, waktu bergulir cepat hingga kokok ayam membangunkan kami, pertanda matahari mulai malu-malu menampakannya dirinya di balik perbukitan Rinjani. Kami bergegas bergantian mandi, ada yang shalat dan ada juga yang menunggu giliran mandi sambil membantu Bu RT menyiapkan sarapan. Udara pagi di Sembalun sangatlah dingin.. sedingin air dari kulkas!!
Aku sendiri tak tahan berlama-lama hingga mandi secepat mungkin, langsung sarapan dan bersiap-siap bersama rekan-rekan yang lain untuk mengunjungi SDN 02 Sembalun Bumbung, Yup, tujuan utama di Sembalun adalah memantau bangunan sekolah dasar utama di desa tersebut. Ternyata, berita kedatangan kami sudah menyebar di kalangan anak-anak. Sesampainya di sana, beberapa anak sudah berkumpul, kebanyakan kelas kecil sepertinya karena tubuhnya mungil-mungil. Namun, ketika kami sampai di depan gerbang sekolah.. segerombolan bocah cilik berbaju olahraga itu malah berlarian ke dalam halaman sekolah sambil berteriak lantang, "Kakak-kakak UI dataaang! Kakak UI sudah sampaiiii.....!", seolah ingin memberi tahu seantero Sembalun tentang kedatangan kami. Aku dan rekan-rekan dari ILUNI tertawa, begitu lucunya mereka. Tak lama, dua orang guru menghampiri kami diikuti intipan malu-malu siswa kelas kecil dari balik pintu kelas yang tidak rubuh. Kiyowo♥
Oiya, setiap pagi memang semua murid-murid kelas besar (4, 5 dan 6) diwajibkan membantu guru membersihkan kelas dan lingkungan sekolah sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Ada yang menyapu, mengepel, menyiram tanaman, mengelap kaca... semuanya rajin! Pemandangan ini sudah tampak sejak pertama kali kami mengayunkan langkah ke depan pintu gerbang sekolahan. Sementara itu, sebagian siswa yang sudah selesai bersih-bersih ruang kelas langsung bermain di halaman sekolah dengan hulahoop-nya, ada juga yang mengambil tombak untuk properti menyambut kami dengan tarian. Pun jangan lupakan pemandangan langsung di belakang gedung sekolah ini adalah Gunung Rinjani. Masya Allah.. tak henti-henti takjub dengan view yang begitu cantik. Aku pun diajak beberapa siswi memetik wortel segar di halaman sekolah, mencuci, memotongnya dan langsung melahap wortel sebagai cemilan. Surprisingly... this was yummy!
Setelah puas bermain di halaman, kami diajak masuk ke kelas kecil (kelas 1 & 2) bareng Ibu Guru meninjau ruang kelas yang masih dalam tahap perbaikan (perbaikan gedung sekolah masih dilakukan bertahap). Siswa kelas kecil sendiri menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar di ruangan yang aman, jadi kelas yang masih hancur memang sengaja dikosongkan untuk menunggu perbaikan. Selain meninjau ruang kelas, kami juga bermain dengan murid kelas 1 dan 2 di dalam kelas, semuanya sangat antusias!
gambar papan tulis yang dindingnya retak karena gempa
Sekitar pukul 10.30, kami pamit pulang ke pihak sekolah karena masih ada agenda lain yaitu membantu Ibu-Ibu menyiapkan makan siang untuk warga. Tawa, canda, semangat bercampur baur dengan harumnya rempah-rempah, bawang-bawangan dan kepulan asap yang membumbung di tenda dapur umum. Betapa lihainya para Ibu-Ibu Sembalun mengajari kami cara mencuci beras dan menanaknya secara tradisional di atas tungku. Ini pertama kalinya aku terlibat di dapur umum, ternyata memasak bersama itu lelahnya gak terlalu kerasa dibanding masak sendirian di dapur, hehe.
Ketika beres masak dan makan bersama warga, kami semua berkumpul dan duduk lesehan menikmati hidangan. Bertukar cerita tentang cita rasa masakan khas Sembalun bersama warga desa. Selepas makan siang, kami beristirahat sebentar lalu ba'da ashar melanjutkan langkah ini menuju kebun stroberi milik warga. Obrolan di makan siang tadi, ada beberapa warga yang bersikeras kebun stroberinya ingin didatangi, mempersilakan kami untuk memetik dan mencicipi stroberi langsung dari kebunnya. Semua letih seakan menguap tergantikan dengan panorama yang membentang di hadapan kami.
Then we ended our journey that day by visiting Bukit Selong and Sembalun to watch the sunset. I swear... the journey was worth the effort!
Day 3
Pagi ini, kami masih memiliki agenda mengunjungi SDN 02 Sembalun Bumbung untuk berdiskusi dengan Kepala Sekolah dan para guru mengenai pemulihan bangunan sekolah serta progress kegiatan belajar mengajar pasca bencana. Seusai diskusi dengan para guru, kami menyempatkan menengok banner kerelawanan Sadewa yang masih terpasang, menandakan pernah adanya kehadiran relawan kampusku yang memberikan nafas semangat bagi murid-murid SDN 02 Sembalun Bumbung untuk bangkit dan melanjutkan asa dalam belajar. Berdiri untuk lahir kembali, membentuk diri melalui pendidikan demi masa depan yang pasti. Tak lupa, untuk terus mendukung semangat belajar anak-anak Sembalun, kami pun membangun perpustakaan darurat yang diharapkan bisa mengakomodir hasrat membaca mereka untuk terus melihat jendela dunia.
Perjalanan ke Sembalun kala itu tak hanya menggetarkan rasa kemanusiaan yang menolong sesama pasca bencana, namun memberi inspirasi yang kudapatkan dari semangat masyarakat setempat mengenai pentingnya berdiri setelah jatuh berkali-kali, demi keluarga, demi masa depan yang lebih baik. Daya juang serta keyakinan warga Sembalun yang percaya segala hal buruk takkan selamanya singgah, 'kan berganti dengan datangnya pelangi suatu hari nanti. Seakaan menjadi bukti mutiara-mutiara elok ini perlahan tengah berdiri, untuk terus melanjutkan hidup lagi.
Comments